Eksepsi Terdakwa Demo Palu Arit Pesanggaran Ditolak

  • Whatsapp

BANYUWANGI, beritalima.com – Ungkapan syukur dan suka cita ratusan massa penyelamat NKRI, warnai Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (3/10/2017). Gabungan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), Forum Peduli Umat Indonesia (FPUI), Pemuda Pancasila (PP) dan Forum Suara Blambangan (Forsuba), tersebut mengungkapkan kegembiraanya atas putusan Majelis Hakim sidang demo palu arit Pesanggaran, dengan terdakwa Hari Budiawan alias Budi Pego.

“Alhamdulillah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Merdeka!,” teriak kerumunan massa anti PKI.

Pada sidang agenda pembacaan putusan sela ini, Ketua Majelis Hakim, Putu Endru Sonata SH, tegas menolak Eksepsi kuasa hukum terdakwa.

“Menimbang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas maka terhadap keberatan penasihat hukum terdakwa yang meminta agar surat dakwaan batal demi hukum adalah tidak beralasan sehingga statusnya dinyatakan tidak dapat diterima. Menimbang karena keberatan penasihat hukum terdakwa tidak diterima maka pemeriksaan perkara ini harus dilanjutkan,” ucap Ketua Majelis Hakim dalam persidangan.

Proses persidangan kasus demo yang menggelar spanduk bergambar mirip lambang PKI ini akan dilanjutkan pada hari Selasa, 10 Oktober 2017. Dengan agenda keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Ahmad Rifai, meyakini kliennya tidak bersalah. Karena dalam demo, Budi Pego dinilai tidak pernah melakukan perbuatan aktif untuk menyebarkan faham komunis. Meskipun dalam aksi 4 April 2017, dia bersama rombongan berpawai dengan membentangkan spanduk berlogo palu arit dijalan desa. Sedikitnya ada dua spanduk berlogo mirip lambang Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam demo ini.

“Menyebarkan ini kalau dipahami artinya kan luas, luas sekali, bisa propaganda, ceramah menyampaikan nilai-nilai perjuangan komunisme dan lain-lain,” ungkap pengacara perwakilan Kontras Surabaya ini.

Usai proses persidangan, massa penyelamat NKRI, terus berorasi didepan PN Banyuwangi. Mereka mendesak agar segala hal yang terindikasi berkaitan dengan PKI harus dihukum berat. Terlebih tentang bahaya Laten Komunis, Banyuwangi, memang punya sejarah kelam. 62 orang kader GP Ansor setempat telah menjadi korban kekejaman PKI pada 18 Oktober 1965 di Dusun Cemetuk, Desa Cluring, Kecamatan Cluring.

“Itu tidak boleh dilupakan, gerakan apapun yang terindikasi menjadi kemunculan bahaya laten, harus diwaspadai,” kata Wakil Ketua PCNU Banyuwangi, H Nanang Nur Ahmadi, melalui pengeras suara.

Seperti sebelumnya, Ketua PP Banyuwangi, Eko Suryono S Sos, kembali mengajak seluruh masyarakat Bumi Blambangan, termasuk jajaran Tim konsorsium advokat Walhi, LBH Surabaya, Kontras dan For Banyuwangi, untuk berfikir jernih. Serta tidak mudah terprovokasi isu pihak tak bertanggung jawab yang menyebut bahwa proses pengadilan terhadap terdakwa Budi Pego, adalah kriminalisasi.

“Ini tidak ada kaitannya dengan demo tolak tambang yang mereka lakukan, karena kita semua paham bahwa demo menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara. Namun sidang kali ini adalah murni tentang pengibaran logo palu arit yang itu mirip dengan lambang PKI, yakni organisasi terlarang musuh negara, musuh seluruh warga Indonesia. Dan sejarah mencatat, PKI pernah membantai dengan keji putra-putra Banyuwangi,” tegasnya

Eko juga bicara terkait sosok Budi Pego. Dari penelusuran PP Banyuwangi, dia menemukan informasi yang cukup mencengangkan. Yakni Budi Pego banyak disebut bukanlah seorang aktivis lingkungan. Bahkan, rekam jejak terdakwa justru menunjukkan bahwa dia dulu merupakan mitra dari PT Indo Multi Niaga (IMN), perusahaan tambang emas besar yang pernah beroperasi di Banyuwangi.

Untuk itu, dia berharap para aktivis, LSM dan pegiat lingkungan mau sedikit membuka mata serta mencoba mencari tahu fakta sebenarnya di Tumpang Pitu. Bukan justru membabi buta dalam melakukan pembelaan. Karena, jejak perjalanan hidup Budi Pego yang merupakan mantan mitra perusahaan pertambangan, dinilai menyimpan rahasia tentang apa motif tujuan aksinya.

“Kenapa dia tidak dari dulu saja menolak pertambangan saat masa IMN, kenapa baru sekarang?,” pungkasnya. (Abi)

beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *