Jokowi Tak Hiraukan Sikap Kepala Daerah yang “Setujui Tolak” Omnibus Law UU Cipta Kerja

  • Whatsapp

Catatan: Yousri Nur Raja Agam. MH
AKSI unjukrasa penolakan Undang-undang (UU) Cipta Kerja yang disahkan DPR RI, Senin malam (5/10/2020) di gedung DPR-MPR Senayan, Jakarta, diikuti  berbagai daerah Indonesia . Berawal tanggal 6 Oktober 2020 dan puncaknya, Kamis 8 Oktober 2020.

Demo atau unjuk rasa organisasi serikat pekerja dan serikat buruh itu, juga diikuti oleh mahasiswa yang didukung dunia perguruan tinggi. 

Tidak kurang dari 20 daerah yang memaksa Pemerintah Daerah (Pemda) setempat meneruskan aspirasi pendemo untuk menolak “omnibus law” UU Cipta Kerja tersebut.Pengesahan UU Cipta Kerja yang digelar pada sidang paripurna DPR itu dianggap  kontroversial.

 Walaupun, protes massa demikian keras, pemerintah bergeming dan tetap melanjutkan UU Cipta Kerja.  Bahkan, Menko Polhukam, Mahfud MD,  melalui keterangan persnya. meminta para penolak UU itu untuk mengajukan gugatan yudicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi). 

Setelah massa aksi mendesak  kepala daerah di Jakarta dan berbagai daerah di Indonesia, mereka langsung “setuju”. Pada  tanggal 8 Oktober itu, tiga gubernur berjanji akan meneruskan aspirasi pendemo kepada Pemerintah Pusat, yakni Presiden Joko Widodo..

 Para gubernur itu awalnya Ridwal Kamil (Jawa Barat), Sultan Hamengku Buwono X (DI Jogjakarta), Sutarmidji (Kalimantan Barat), Irwan Prayitno (Sumatera Barat) dan  Anies Rasyid Baswedan (DKI Jaya) Para gubernur itu, berkirim surat resmi yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Isinya,  untuk membatalkan “omnibus law”  lewat mekanisme Peraturan Pemerintah Pengganti Undan-undang (Perppu). Pada dasarnya, isi surat itu menyebut: “Undang-undang yang baik harusnya sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,”.

Selain empat gubernur itu, juga ada beberapa bupati dan walikota menyampaikan aspirasi yang sama. Di antaranya, Walikota Sukabumi Ahmad Fahmi, Walikota Bandung Oded Muhammad,  Bupati Bandung Barat Aa Umbara.  Juga ada 18 DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang ikut menolak UU Cipta Kerja itu.

DPRD provinsi, adalah Kalimantan Selatan, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat dan Sumatera Barat. Kemudian sebelas DPRD kabupaten/kota yakni Bojonegoro, Sidoarjo, Tuban (Jawa Timur); Purwakarta, Bandung, Tasikmalaya (Jawa Barat); Kudus (Jawa Tengah). Kemudian Jambi; Bontang (Kaltim); Sumbawa (NTB); dan Pasaman Barat (Sumbar). 

Banyaknya pimpinan daerah dan anggota legislatif yang mendukung aspirasi pendemo buruh dan mahasiswa tersebut, menunjukkan di sanalah titik lokasi demonstran Namun ada juga titik demo yang cukup besar, tetapi aspirasi pendemo belum ditanggapi. Hal ini terjadi, di antaranya di Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Malang  dan Kota Solo. 

Namun, hari berikutnya, beberapa kepala daerah menyusul, seperti Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, yang sedang berada di Magetan, juga menyatakan menampung aspirasi buruh dan mahasiswa, serta akan menyampaikan surat resmi kepada Presiden Jokowi. Begitu pula dengan Bupati Bandung Dadang M Naser, Walikota Sukabumi Ahmad Fahmi, Bupati Subang H Ruhimat, Bupati Garut Rudi Gunawan, Bupati Tegal Umi Azizah, Bupati Limapuluh Kota Irfendi Arbi, dan Walikota Malang Sutiaji.

Kelihatannya dari berbagai daerah, maupun organisasi kemasyarakatan, khususnya buruh dan mahasiswa akan menempuh gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk mencabut UU Cipta Kerja dengan Perppu. 

Walaupun di Jakarta terjadi aksi massa yang berbuntut ricuh, ternyata Presiden Jokowi sedang berada di luar kota. Presiden tanggal 8 Oktober 2020 itu mengunjungi Solo, Jogjakarta dan Kalimantan Tengah. Kalangan Istana membantah kunjungan kerja Jokowi tersebut demi menghindari demonstran. 

Justru diperoleh informasi, Jokowi sudah memerintahkan kepada kabinet untuk membereskan aturan turunan dari UU Cipta Kerja dengan 35 peraturan pemerintah (PP) dan lima peraturan presiden (Perpres). Jokowi memberi waktu 30 hari untuk menuntaskannya, atau lebih cepat dari prosedur biasanya.

Bagaimana kira-kira tanggapan Jokowi, dengan banyaknya kepala daerah, terutama gubernur di daerah potensial, menyetujui tuntutan pendemo yang menolak UU Cipta Kerja. Apakah,otomatis keinginan para gubernur, walikota dan bupati itu dijadikan landasan untuk menunda menandatangani UU Cipta Kerja itu. Apakah, waktu 30 hari ini, Jokowi akan mempersiapkan Perppu, sebagaimana keinginan pengunjukrasa?

Nah, yang perlu kita ingat, bahwa Jokowi adalah “pencetus”adanya penggabungan beberapa undang-undang atau regulasi menjadi satu. Jokowi lah yang berkehendak untuk menyederhanakan hukum dan perundang-undangan dengan menyebut istilah “omnibus law”.

 Mungkinkan Jokowi akan mundur “selangkah” untuk mewujudkan “omnibus law” yang lebih sempurna? Kita tunggu sikap Bapak Presiden Joko Widodo yang arif dan bijaksana. 

Ternyata, sehari setelah aksi besar di berbagai daerah itu, Jumat (9/10/2020), dari Istana Bogor, Jokowi memberikan penjelasan dan ketegasan. Bahwa, Presiden Jokowi, kelihatannya bersikukuh mendukung pengesahan yang sudah dilakukan DPR, 5 Oktober 2020 lalu. Dalam 30 hari ini, kata Jokowi akan dituntaskan beberapa PP dan Perpres sebagai landasan pelaksanaan UU Cipta Kerja itu 

Secara tersirat, Jokowi juga membuka jalur hukum untuk mereka yang menolak pasal-pasal yang dianggap tidak sesuai. Silakan sampaikan gugatan judicial review ke MK.Yang jelas dan pasti, sebelum 30 hari atau tenggat waktu tanggal 4 November 2020, UU Cipta Kerja ditandatangani Presiden Joko Widodo dan diundangkan melalui lembaran negara.(**)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait