Masyarakat Adat

  • Whatsapp

Pengakuan masyarakat hukum adat kini juga mendapat ruang dalam proses bernegara di Indonesia. Giving the voice to the voiceless kini instrumen kebijakannya diharapkan menjadi jelas.


Proses yang selama ini cenderung top down dan dilakukan oleh mitra Jakarta dengan berbagai kostum. Kini aju di depannya adalah Pemerintah Daerah. Participatory Rural Action (PRA) dimana Pemerintah Daerah dituntut yg menjadi fasilitator utamanya. Pekerjaan yang selama ini menjadi ranah NGO dan Interest Group dg tajuk: advokasi masyarakat.  Bagaimana prosesnya? Silahkan lihat Foto ke-3. Gak gampang kan? Gak murah kan? 


Diharapkan dari proses ini, tidak serta merta mendadak ada orang yg mengaku orang adat A to Z dan tanah ini milik moyangnya menurut pendapatnya. Ijin bisa diberi asal ada dana xxx milyar misalnya. Perbaikan proses identifikasi dan pemetaan masyarakat adat terus dikerjakan dan proses validasi yang merupakan kajian multi displiner juga terus dilakukan. Tidak mudah dan tidak murah. Dan yang berusaha memanfaatkan banyak pihak. 


Terkait pengakuan Masyarakat Hukum Adat ini, ada dua kementerian yang bertugas mengelola tapak/ wilayah hidup terkecil dari kelompok masyarakat yg dapat diidentifikasikan sebagai masyarakat adat. Matra darat adalah Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan dengan ujungnya nanti adalah RDTR. Serta matra laut, Kementerian KKP dengan ujungnya nanti RZWP3K. 


Bagaimana perkembangannya di Indonesia? Pekerjaan pemetaan dan validasi masyarakat adat itu bukan pekerjaan yang bisa selesai dalam dua minggu ya, macam bikin aplikasi yang kata seorang pejabat publik bisa diselesaikan dalam 2 minggu dan selesai urusan. Hadeeeeeh, tidak sama sekali tidak. Ini bicara tentang hidup dan penghidupan. Jangan dibayangkan masyarakat yg hidup dalam satu kesatuan masyarakat adat itu paham akan strategisnya posisi dan keberadaan mereka ya? Boro-boro, KTP aja bisa jadi gak punya karena ketidak pahaman mereka dan mahalnya ongkos administrasi pemerintahan di Indonesia. 


RUU Cipta Kerja ini memberi ruang pada Pemerintah Daerah untuk berpikir jernih dan memberi kewenangan dan juga dekonsentrasi untuk pengelolaan wilayahnya secara riil. Kerangka berpikir yang digunakan adalah hipotesa bahwa yang kenal daerah, tahu masyarakatnya beserta karakternya, dan potensi riil daerah ya pemerintah daerah. 


Sehingga posisi pengakuan masyarakat adat mendapat perlindungan hukum yang saat ini ada di Peraturan Daerah. Catatan kritis harus kita berikan disini…terkait masyarakat hukum adat begitu tersebar di banyak UU Teknis: migas, pertambangan, pertanian, sumber daya air, kehutanan, pedesaan dan kelautan & perikanan. Selain sebagai amanat Pasal 18 ayat C dari UUD 1945. Tetapi …RUU tentang Masyarakat Hukum Adat sendiri masih ada ditumpukan prolegnas hingga hari ini. 


Njuk terus piye? Bagaimana kami ini rakyat-rakyat jelata yang berusaha mendukung Pemerintahan yang legal dan sah ini dengan visi luar biasa ini, ternyata di level top executive nya masih carut marut. Jangan sampai usaha yang telah dilakukan di level tapak, darat dan laut, muspro karena perbincangan politik satu dua belah pihak. Konsisten juga dong. 
Jadi? Jika kita mau bicara hukum BENER LAN PENER itu tidak bisa dinegasikan dengan alasan apapun, termasuk atas nama pelibatan masyarakat. Berpikir adil harus sejak dalam pikiran. Tidak hanya kalkulasi untung-rugi belaka memanfaatkan tag: masyarakat adat.

Arum Kusumaningtyas

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait