Pengamat: Koalisi Partai Islam Terwujud Kalau Mereka Tanggalkan Ego

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Di negara mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, seyogyanya partai Islam. Karena itu, gagasan munculnya koalisi partai Islam di Indonesia dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam selayaknya disambut gembira karena bakal dapat berperan besar.

Namun, untuk mewujudkan harapan itu, kata pengamat politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga, memang tak mudah. Sejarah membuktikan, partai Islam di Indonesia sulit bersatu. Salah satunya, partai Masyumi di era Orde Baru mengindikasikan hal tersebut.

Untuk kondisi saat ini, kata pengamat yang akrab disapa Jamil ini ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com, Kamis (22/4) koalisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tampaknya tidak ada masalah karena selama ini hubungan kedua partai tersebut pada umumnya berjalan baik.

Sebab itu, Partai Bulan Bintang (PBB) yang sudah tiga kali pemilu legislatif gagal mendudukan kadernya di DPR RI tampak memang sangat antusias mendukung koalisi partai Islam. Namun, kemungkinan padunya Yusril Izha Mahendra sebagai pemegang kendali PBB dengan Muhaimin Iskandar selaku Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) masih tanda tanya.

Apalagi hubungan PKB dengan PKS selama ini tampak tidaklah harmonis. Bahkan hubungan kedua partai ini diibaratkan air dengan minyak yang sulit dipersatukan.

Selain itu, Partai Amanat Nasional (PAN) yang dipimpin Zulkifli Hasan sudah terang-terangan menyatakan tidak tertarik ikut dalam koalisi itu. Padahal selama ini hubungan PAN dengan PKS dan PPP relatif baik. Hanya saja PAN selama ini lebih condong merapat ke pemerintah, baik itu pada era Pemerintahan Presiden Jokowi maupun sebelumnya.

Sementara Partai Ummat yang dimotori Amien Rais juga menyambut dingin gagasan koalisi partai Islam. Petanya hubungan antar partai Islam tampak demikian. Kecenderungan ini memang membuat pesimis terbentuk koalisi partai Islam pada Pilpres 2024.

Namun, peluang terbentuknya koalisi partai Islam masih tetap terbuka selama PKB, PKS, dan PPP solid. Tentu soliditas tiga partai dapat terjaga kalau PKB tidak terlalu dominan, khususnya dalam menentukan calon presiden.

Seandainya Muhaimin tidak memaksakan diri mengajukan calon presiden, kata Janil, PKS kemungkinan akan rela berkoalisi. Sebab, PKS kelihatan lebih memilih mengusung Anies Baswedan pada Pilpres 2024. “Jadi, ada kemungkinan PKS dapat menerima kalau Muhaimin menjadi cawapres. Kalau pilihan ini diterima PKB, peluang koalisi Partai Islam masih terbuka,” kata Jamil.

Hanya saja, kalau koalisi partai Islam hanya PKB, PKS, PPP, dan PBB, peluang Anies-Muhaimin untuk menang Pilpres 2024 tampaknya masih berat. Kalkulasi itu didasari dari kemungkinan munculnya pasangan capres dan cawapres dari partai nasionalis yang elektabilitasnya lebih baik. Katakan muncul koalisi PDIP dengan Gerindra yang mengusung Prabowo – Ganjar atau Prabowo – Puan.

Semua itu, kata Jamil, sebaiknya harus diperhitungkan secara matang sebelum memastikan pasangan Anies-Muhaimin sebagai kandidat pada Pilpres 2024.

Koalisi partai Islam sebaiknya menanggalkan ego partai dengan mencari pasangan Anies yang tangguh sehingga dapat bersaing dengan kompetitor dari partai nasionalis. “Anies dapat dipasangkan dengan Sandiaga Uno atau Anies-Ridwan Kamil. Pasangan ini jauh lebih kompetitif pada Pilpres 2024,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait