Penting, Mengingat Kembali Nama Baitul Maqdis Dalam Sejarah Palestina

  • Whatsapp

beritalima.com | Tanah Palestina yang hingga kini masih terbingkai dalam kepedihan, adalah merujuk dari kata kata Filistin, yaitu sebuah bangsa dari Laut Tengah yang datang menduduki tanah di sekitar pantai selatan Kanaan. Kanaan adalah istilah kuno untuk wilayah yang meliputi selatan Libanon hingga Sungai Mesir di selatan, dan lembah sungai Yordan di timur. Penyebutan bangsa Filistin inilah yang kemudian menjadi ejaan ‘Palaestina’ oleh bangsa Romawi yang menjadi penguasa wilayah Kanaan sebelum ditaklukan oleh Khalifah Umar.

Dalam Islam sesuai perjalanan Isra’ Mi’raj, tanah yang dihuni oleh bangsa Filistin atau Palestina, dinamakan Baitul Maqdis, sebuah tanah suci yang menjadi tempat beridirinya Masjidilaqsa (Masjid Al-Aqsa) atau yang disebut al-Ḥaram asy-Syarīf ( الحرم القدسي الشريف ). Baitul Maqdis yang memiliki luas wilayah sekitar 144.000 meter persegi, disebut sebagai Kota Iliya’ oleh penduduk Makkah dan Yerusalem oleh Bani Israil (pra Islam).

Masjid al-Aqsha (المسجد الاقصى‎) adalah kiblat pertama umat Islam dan merupakan salah satu tempat Rasulullah SAW dalam perjalanan Isra’ Mi’raj, sesuai Surat Al-Isra’ ayat 1:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidilaksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Dijelaskan sebuah hadis oleh Imam Thabrani, bahwa ketika menjelaskan peristiwa Isra Mi’raj, Rasulullah SAW menyebut perjalanan dari Makkah ke Baitul Maqdis. Para sahabat pun bertanya: “Maksud Rasulullah, Illya’?” Dan Rasulullah SAW pun menjawab: “Ya.” Adapun peristiwa ini, dijelaskan oleh mayoritas ulama, terjadi antara tahun 620-621 M.

Dalam sejarah, Baitul Maqdis telah dibangun Nabi Sulaiman pada masanya sebagai rumah ibadah kepada Allah SWT, sebagaimana dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash, dari Rasulullah SAW beliau bersabda:

“Sesungguhnya, ketika Sulaiman bin Dawud membangun Baitul Maqdis, (ia) meminta kepada Allah SWT tiga perkara. (Yaitu), meminta kepada Allah SWT agar (diberi taufiq) dalam memutuskan hukum yang menepati hukumNya, lalu dikabulkan; dan meminta kepada Allah SWT dianugerahi kerajaan yang tidak patut diberikan kepada seseorang setelahnya, lalu dikabulkan ; serta memohon kepada Allah SWT bila selesai membangun masjid, agar tidak ada seorangpun yang berkeinginan shalat disitu, kecuali agar dikeluarkan dari kesalahannya, seperti hari kelahirannya.”

Dalam riwayat lain, sebagaimana hadits Abu Dzar yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan muslim, dijelaskan bahwa Masjidil Aqsha adalah masjid kedua yang dibangun di atas bumi. Dia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah! Masjid manakah yang pertama dibangun di muka bumi?’ Beliau menjawab, ‘Masjidil Haram.’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian masjid mana?’ Beliau menjawab, ‘Masjidil Aqsha.’ Aku bertanya lagi, ‘Berapa jarak (pembangunan) antara keduanya?” Beliau menjawab, ‘Empat puluh tahun.’”

Dikutip dari Ensiklopedia Sirah Nabi Muhammad SAW, bahwa disebut aqsha (terjauh) karena jauhnya jarak antara Masjidil Aqsha dengan Masjidil Haram. Bagi umat Islam, Masjidil Aqsha adalah masjid yang dimuliakan dan penuh keberkahan. Berkah tersebut mencakup keberkahan dalam bidang agama dan bidang dunia. Selain itu, Masjidilaqsa menjadi kiblat umat Islam generasi awal hingga 17 bulan setelah hijrah sampai kemudian dialihkan ke Ka’bah di Masjidilharam.

Penguasaan Islam atas tanah Palestina dimulai pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Wilayah Palestina yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur), berhasil dikuasai oleh tentara Islam pada tahun 638 M (16 H). Sebelum penguasaan oleh Khalifah Umar, Palestina atau Baitul Maqdis (Illiya’), dikuasai umat Kristen Romawi. Menurut sejarah, saat itu bangunan Bait Suci yang dibangun kaum Yahudi di Baitul Maqdis telah dihancurkan oleh umat Kristen sebagai pertanda berakhirnya kaum Yahudi Bani Israel di wilayah tersebut.

Konon, sejak periode Kaisar Romawi Konstantin yang memeluk Nasrani pada tahun 325 M, Yahudi-Nasrani seringkali mengalami pertentangan. Pertentangan orang Yahudi dengan Nasrani tidak lagi di sekitar Palestina, Irak dan Timur Tengah, tetapi juga merambah wilayah seluruh Eropa dan benua Amerika, karena Nasrani juga mulai berkembang luas di sana. Hal ini akibat sifat kaum Yahudi yang ingin memonopoli, terutama perdagangan, dan disinyalir memanfaatkan kaum Nasrani dengan menjadikan diri mereka sebagai rentenir, yaitu meminjamkan uang kepada orang Nasrani dengan bunga yang tinggi. Pertentangan inilah yang disinyalir salah satu faktor utama ketika kelak kemudian terjadi pembantaian Yahudi oleh Nazi pada awal abad 20 M.

Kembali mengkaji tentang sejarah Baitul Maqdis, bahwa dikisahkan, ketika tiba di Baitul Maqdis (Illiya’) setelah berhasil menaklukkan dari kekuasaan kaum Nasarani, Khalifah Umar mengunjungi tempat-tempat suci umat Nasrani, salah satunya adalah Gereja Holy Sepulchre. Saat sedang berada di gereja ini, waktu shalat umat Islam pun tiba. Uskup Sophorius yang merupakan pemimpin umat Kristen pun mempersilakan sang Khalifah untuk shalat di tempat ia berada, tapi Umar menolaknya.

Umar menjelaskan sesuai yang Firman Allah SWT yang disampaikan melalui Rasulullah SAW:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
” Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS Al-Kafirun ayat 6).

”Andai saya shalat dalam gereja, umat Islam akan mengenang kejadian ini dengan mendirikan sebuah masjid di sana, dan ini berarti mereka akan memusnahkan Holy Sepulchre,” jelas Umar.

Ia pun pergi dan mendirikan shalat di tempat yang agak jauh dari gereja, namun lokasinya berhadapan langsung dengan Holy Sepulchre. Di lokasi tempat Umar mendirikan shalat ini, kemudian dibangun sebuah masjid kecil yang memang dipersembahkan untuk sang khalifah. Bangunan masjid tersebut menjadi cikal bakal Masjid Kubah Batu (Qubbatus Sakhrah).

Selanjutnya, ekspedisi Islam dilanjutkan ke wilayah sekitar Yerusalem. Panglima Yazid bin Abu Sufyan dengan mudah menaklukkan Gaza, Askalon, dan Caesarea (daerah-daerah yang berada di wilayah Palestina).

Palestina di bawah kekuasaan Islam saat itu, berkembang menjadi sebuah wilayah yang multikultur. Umat Islam, Nasrani, dan Yahudi yang berdiam di wilayah Palestina pada masa itu hidup berdampingan secara damai dan tertib. Sejak awal menaklukkan wilayah Palestina, penguasa Islam tidak pernah memaksakan agamanya kepada penduduk setempat. Mereka tetap diperbolehkan menganut keyakinan lama mereka dan diberi kebebasan beribadah.

Sejalan dengan pergantian dinasti yang memerintah, Palestina berturut-turut berada di bawah berbagai kekuasaan mulai dari Dinasti Umayyah (661-750 M). Saat itu, dibangun Masjid Kubah Batu pada abad ke-7 M. Sementara pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik (al-Walid I), dibangun kembali Masjid Al-Aqsha beserta situs bersejarah, yaitu Jami’ Al-Aqsa dan Kubah Shakhrah. Kemudian penguasaan tanah atas Palestina berpindah-pindah setelah Bani Umayyah, yaitu Dinasti Abbasiyah (750 M), Dinasti Fathimiyah (969 M), Dinasti Seljuk (1071 M), kaum Salib Eropa, Dinasti Mamluk, dan Turki Usmani. Yang terakhir ini menguasai Palestina selama dua abad (1516-1917).

Palestina kemudian berpindah tangan dari Turki Usmani ke Imperialisme Inggris pada tahun 1917, akibat kekalahan dalam perang Salib. Perang Salib merupakan salah satu perang paling dikenal sepanjang sejarah. Perang ini tak hanya ditujukan untuk memperebutkan kota suci, Baitul Maqdis (Yerusalem), namun secara tersirat dianggap sebagai perang suci antara dua agama besar, yaitu Islam dan Kristen. Perebutan kota suci Baitul Maqdis inilah yang menjadi faktor utama mengapa hingga kini tanah Palestina bersimbah darah perjuangan.

Palestina di dalam kekuasaan Inggris, ternyata tidak diutamakan bagi kaum Kristen, melainkan membuka pintu masuknya kaum Yahudi untuk menguasai Palestina. Tak lama setelah Perang Salib usai, Yahudi pun mendeklarasikan Israel sebagai negara merdeka pada tanggal 15 Mei 1948. Negara Israel pun semakin kuat karena dukungan dari negara-negara Barat.

Berbagai situs bersejarah bagi umat Islam pun mengalami perubahan, diantaranya Jami’ Al-Aqsha diubah menjadi Kuil Solomon dan Kubah Shakhrah diubah menjadi gereja bernama Kuil Tuhan. Bahkan, Kubah Batu dalam Masjidilaqsa pun diubah dalam bentuk koin oleh penguasa Yerusalem. Berbagai tindakan pun dilakukan oleh kaum Yahudi guna menguatkan eksistensinya atas tanah Palestina, termasuk dalam rangkaian perilaku pembantaian seperti yang kita ketahui dalam berbagai media massa sejak Palestina terlepas dari kekuasaan pemerintahan Islam.

Atas sejarah tersebut, jika dipertanyakan mengapa kaum Muslim Palestina masih mempertahankan tanah kelahirannya dan enggan menyerah? Tak lain, hal ini juga disebabkan spirit jihad mereka yang ingin menyelamatkan seluruh umat Islam dari tanda-tanda Kiamat. Sebuah hadis dalam Kitab Shahih Bukhari nomor 3176, menjelaskan, bahwa dari Sahabat ‘Auf bin Malik r.a., Rasulullah SAW bersabda:

“Perhatikanlah enam tanda-tanda hari kiamat: (1) wafatku, (2) penaklukan Baitul Maqdis, (3) wabah kematian (penyakit yang menyerang hewan sehingga mati mendadak) yang menyerang kalian bagaikan wabah penyakit qu’ash yang menyerang kambing, (4) melimpahnya harta hingga seseorang yang diberikan kepadanya 100 dinar, ia tidak rela menerimanya, (5) timbulnya fitnah yang tidak meninggalkan satu rumah orang Arab pun melainkan pasti memasukinya, dan (6) terjadinya perdamaian antara kalian dengan bani Asfar (bangsa Romawi), namun mereka melanggarnya dan mendatangi kalian dengan 80 kelompok besar pasukan. Setiap kelompok itu terdiri dari 12 ribu orang.”

Akhir kata, sejarah janganlah enggan untuk kita ketahui karena sejarah adalah kunci bagaimana kehidupan yang akan dilalui anak cucu kita kelak. Dan atas segala kepedihan yang dirasakan saudara di tanah Palestina, maka alangkah mulianya tatkala kita mengutamakan sisi kemanusiaan kita daripada menilai apa yang terjadi sebatas konflik perebutan tanah.

Oleh: Dr. Lia Istifhama, M.E.I
Dikutip dari berbagai sumber dengan metode penelusuran library research.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait