Pesan Kebangsaan dalam Pidato Megawati Soekarnoputri

  • Whatsapp

DENPASAR, beritalima.com – Baru saja dilangsungkan pembukaan Kongres V Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan tema ‘Solid Bergerak untuk Indonesia Raya’ di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar, Bali. Acara itu digelar pada Kamis-Minggu ini, 8-11 Agustus 2019.

Dalam Kongres V PDIP itu Megawati Soekarnoputri mengawali pidato pembukaannya dengan mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya ulama karismatik KH Maimoen Zubair. Ketua umum PDIP itu juga mengisahkan perjuangan sang kiai dalam mensyiarkan agama Islam sebagai rahmat semesta alam. Islam yang mengalun indah dalam harmoni keberagaman Indonesia.

“Saya dekat dengan… panggilannya Mbah Moen,” kata Megawati dengan suara terisak, dalam Kongres V PDIP Perjuangan di Bali, Kamis (8/8/2019).

Megawati kemudian menyoroti pentingnya persatuan. Ia menjelaskan ada potensi perpecahan di tubuh bangsa Indonesia pada pemilu 2019. Oleh sebab itu, ia membuat keputusan untuk memajukan kongres partai. Kongres PDIP mestinya digelar pada 2020 nanti, namun dipercepat menjadi 8-10 Agustus 2019 di Bali. PDIP terakhir kali melaksanakan kongres pada 2015.

“Fenomena tersebut hampir saja mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa. Bagi PDI Perjuangan, hal itu merupakan suatu isu serius yang tidak bisa dipungkiri dan tidak boleh diabaikan,” jelas Megawati.

Selanjutnya, Megawati mengupas tentang demokrasi Indonesia. Ia menyatakan, demokrasi yang dianut bangsa Indonesia berbeda dari demokrasi yang diterapkan bangsa lain. Itu karena demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Dalam Pancasila, demokrasi adalah alat untuk mencapai masyarakat adil makmur yang sempurna.

“Bisakah hal itu terjadi? Bisa!” kata Megawati berdialektika.

Menurut Megawati, pemilihan umum adalah alat untuk menyempurnakan demokrasi. Sesuai namanya, pemilihan umum berarti orang secara umum memilih. Mereka adalah seluruh warga negara Indonesia. Oleh sebab itu, jika prilaku kebencian merajalela karena pemilu, maka sebenarnya demokrasi itu telah dilumpuhkan.

Lebih jauh Megawati juga menyinggung soal pihak-pihak yang mencoba-coba mengganti ideologi negara. Dalam alam demokrasi, ia mengakui orang-orang itu memang harus diajak bicara. Mega nyebutkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wadah untuk menampungnya. Namun ia secara pribadi menilai, tidak perlu lagi pembicaraan seperti itu, karena Pancasila sudah final.

“Untuk apa dibicarakan? Sudah begini (ideologi) kita. Apa mereka tidak tergugah hati mereka? Di mana mereka menghirup udara bukan di negara lain. Mereka menghirup udara Republik Indonesia tercinta,” jelas Megawati.

Sebagaimana diketahui, Pancasila digali oleh presiden pertama RI Ir. Soekarno, bapak dari ketua umum PDIP itu sendiri. Hal itu dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya di depan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang kemudian dikenal dengan judul “Lahirnya Pancasila”.

Tidak lupa, ketika memberikan wejangan bagi kader partainya, Megawati menyatakan kader PDI Perjuangan dalam kongres kelima tersebut bukan hanya mencari jalan perubahan menuju perbaikan lahir. Partai PDIP bukan sekadar mencari naiknya semangat, karena hal itu setiap saat bisa luntur. Oleh sebab itu ia mengimbau kadernya untuk berupaya mencari jalan perubahan yang lebih dalam daripada itu.

“Temukan jalan perubahan untuk menyongsong regenerasi di internal bangsa maupun global,” kata Megawati.

Selanjutnya, mantan presiden kelima Indonesia itu mengingatkan kembali perjuangan partainya di masa lalu. Begitu banyak rintangan telah berhasil dilalui. PDIP tetap survive. Padahal saat itu ada tawaran politik menggiurkan. Mega memberikan pesan pada seluruh kader dan bangsa Indonesia lainnya, untuk tetap teguh pada perjuangan bangsa dengan Pancasila sebagai landasannya.

“Setialah kepada rakyat sebagai sumbermu. Jadikan kesetiaan itu sebagai energi bagi PDI Perjuangan untuk membangkitkan semangat rakyat,” pesan Megawati.

Oleh sebab itu, Megawati menginginkan kadernya tetap menyatukan jiwa pengabdian mereka. Mengabdi kepada Tuhan, mengabdi kepada tanah air, mengabdi kepada bangsa Indonesia. Bergerak untuk Indonesia raya. Indonesia yang sejati-jatinya merdeka.

“Merdeka! Merdeka! Merdeka!” pekik Megawati di akhir pidatonya.

*(Jit)*

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *