Posisi Demokrasi Indonesia Melorot Tajam, Kalah Dari Timor Leste

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Posisi Indonesia sebagai demokrasi melorot tajam. Bila 2016 Indonesia berada pada peringkat ke-48, dua tahun kemudian, posisi Indonesia turun ke posisi 68.

Melorotnya posisi demokrasi Indonesia, kata Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon karena terjadinya ancaman kebebasan sipil di tanah air. Bahkan posisi Indonesia jauh dibawah Timor Lesta yang melepaskan diri dari pangkuan ibu pertiwi akhir sembilan puluhan.

Menurut Freedom House, meningkatnya ancaman kebebasan sipil telah mendorong Indonesia turun status dari negara ‘bebas’ (free) menjadi negara ‘bebas sebagian’ (partly free).

“Itu berbanding terbalik jika dibandingkan dengan Timor Leste. Negara yang sebelumnya provinsi ke-27 Indonesia itu tahun lalu mengalami kenaikan status dari negara ‘partly free’ menjadi ‘free’,” kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, kemarin.

Mengutip data The Ecomist Intelligence Unit (EIU), harapan publik untuk melihat wajah demokrasi Indonesia semakin berkualitas, tampaknya harus tertunda. “Penurunan indeks demokrasi tersebut sejalan dengan banyaknya keluhan masyarakat,” kata Fadli.

Menurut Fadli, belakangan ini demokrasi Indonesia mengalami kemunduran memalukan, apalagi menjelang diselenggarakannya pemilu serentak 2019.

“Indikator di atas, jika dihadapkan dengan keluhan masyarakat kelas bawah baik adanya persekusi terhadap ulama yang kritis, maupun adanya upaya pembungkaman dan kriminalisasi terhadap tokoh oposan pemerintah, itu sangat koheran. Semua itu telah membuat kita kembali mundur dalam berdemokrasi,” ujar Fadli.

Wakil rakyat dari Dapil V Provinsi Jawa Barat ini juga menyoroti soal praktik manajemen pemilu yang menurut dia amburadul. Dia juga menyinggung soal isu pelanggaran administrasi kependudukan yang marak terjadi di Indonesia sepajang 2018.

Di luar soal kebebasan sipil semakin menurun, demokrasi Indonesia juga dinodai praktik manajemen pemilu yang amburadul. Terutama, terkait buruknya administrasi kependudukan. Hal tersebut pasti bakal mempengaruhi Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu serentak 2019.

Terkait isu tersebut, kata Fadli, sepanjang 2018 masyarakat disajikan maraknya pelanggaran administrasi kependudukan. Mulai dari ditemukannya jual beli blangko e-KTP, tercecernya ribuan e-KTP di Bogor, Jakarta dan sejumlah daerah serta disebut-sebut adanya 31 juta pemilih yang belum masuk DPT.

“Ini semua tentu mengancam kredibilitas pelaksanaan Pemilu 2019. Kita tak ingin Pemilu 2019 yang menyedot anggaran sekitar Rp 24 triliun rupiah ini, berjalan dengan kualitas data pemilih yang buruk,” demikian Fadli Zon. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *