Dagelan Hukum Anak Bupati Majalengka Di Penghujung Tahun 2019

  • Whatsapp

Oleh:
Rudi S Kamri

Entah saya harus mengelus dada siapa lagi setelah melihat dan mengikuti dagelan hukum dan drama keadilan yang terjadi di Pengadilan Negeri Majalengka Jawa Barat. Karena dada saya sendiri sudah tipis dielus untuk kasus yang lain. Setelah mengikuti kasus aksi koboy anak Bupati Majalengka ini, bagaimana mungkin Presiden dan para penegak hukum masih berani berteriak bahwa hukum adalah panglima di negeri ini.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Majalengka memvonis anak Bupati Majalengka Karna Sobahi, yang bernama Irfan Nur Alam, serta dua rekannya, Soleh Saputra dan Udin, HANYA 1 bulan 15 hari penjara dan denda Rp 4.500, karena TERBUKTI terlibat dalam penembakan seorang pengusaha kontraktor yang bernama Panji Pamungkas di ruko Hana Sakura Cigasong Majalengka pada Minggu (10/11/2019). Vonis tersebut disampaikan majelis hakim pada Senin (30/12/2019). Dan terdakwa si koboy kampung dari Majalengka itu langsung bebas melenggang.

Bagaimana mungkin pidana penembakan dan penganiyaan serta penyalahgunaan kepemilikan senjata api hanya dihukum 45 hari ? Tuntutan Jaksa pun tidak kalah pekoknya, hanya tuntutan pidana dua bulan. Padahal awalnya Polisi dengan gagah berani mengatakan bahwa tindakan koboy Irfan Nur Alam anak Bupati yang juga menjabat Kepala Bagian Ekonomi Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Majalengka dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

Di awal Polisi gembar gembor bahwa aksi koboy anak Bupati ini akan dikenai pasal 170 KUHP Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman12 tahun. Namun entah mengapa di dapur penyidikan Kejaksaan Negeri Majalengka kasus ini dikerdilkan dengan tuntutan Jaksa hanya dua bulan. Lalu akhirnya berujung vonis 45 hari di Pengadilan Negeri Majalengka. Dengan melihat drama kampungan yang kasat mata ini siapa yang berani jujur mengatakan bahwa kasus ini tidak masuk angin ? Anak kecil yang baru tumbuh gigi pun tahu, kasus ini penuh drama dan rekayasa. Dan ini sangat menyedihkan.

Saya tidak tahu bagaimana respons Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial menyikapi kasus yang memalukan ini. Kalau para petinggi ketiga lembaga negara tersebut tidak bertindak dan melakukan pembiaran terhadap kasus ini, berarti inilah KIAMAT keadilan dan hukum di negeri ini.

Saya hanya berharap kepada Presiden Jokowi untuk bertitah tentang kasus ini. Sebagai Kepala Negara selayaknya Presiden bereaksi keras terhadap kasus yang mencederai rasa keadilan masyarakat. Meskipun ini adalah ranah Yudikatif, akan tetapi ada unsur kejaksaan yang merupakan lembaga di bawah Presiden yang terlibat di dalamnya. Kalau Presiden Jokowi melakukan pembiaran lagi, sudah pasti akan menimbulkan “distrust” dari masyarakat terhadap lembaga penegak hukum di negeri ini.

Hukum di tangan para penjahat kemanusiaan hanya menjadi komoditi yang diperdagangkan. Kowe wani piro? Sementara seorang pengutil beras untuk makan anak-anaknya yang kelaparan justru dihukum berat, itupun setelah dihajar bogem mentah masyarakat. Karena dia tidak punya uang, karena dia bukan anak seorang Bupati. Duuuh….

Salam SATU Indonesia
31122019

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *