Lobster: Dari Sang Ahli Ke Sang Menteri Magang

  • Whatsapp

Oleh :
Rudi S Kamri

Apa perbedaan mendasar antara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti dengan Menteri KP saat ini Edhi Prabowo ?

Susi adalah manusia yang sangat paham tentang seluk beluk laut dan seisinya sampai lekuk tubuh laut yang paling dalam, sedang Edhi seorang yang baru tahu bahwa air laut itu asin saat dia ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Menteri KP pada 20 Oktober 2019 lalu. Ibarat orang baca Al-Qur’an, Susi adalah orang yang sudah khatam berkali-kali dan menjadi kamus berjalan tentang laut sedang Edhi Prabowo sedang belajar mengeja juz amma laut.

Tidak aneh pada saat terjadinya polemik tentang perlu tidaknya dibuka izin ekspor benih lobster yang terjadi saat ini, penjelasan Susi mengalir lancar di luar kepala, tetapi penjelasan Edhi Prabowo seperti orang yang sedang menghafal bisikan dari anak buahnya.

Sebagai contoh saat memberi alasan mengapa ekspor benih lobster perlu dibuka, Edhi menjelaskan:”Kita terpaksa melakukan ekspor benih lobster karena keterbatasan infrastruktur budidaya lobster”, ujar sang Menteri KP. Penjelasan Edhi membuat publik ngakak terguling- guling. Lalu apa bantahan Susi ?

“Infrastruktur yang dibutuhkan lobster untuk beranak pinak dan besar adalah terumbu karang, pasir, laut bersih,” ucap Susi dalam akun Twitternya pada Senin (16/12/2019).

Menurut Susi yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga lingkungan, jangan justru menjadikan kerusakan ekosistem laut sebagai alasan untuk membenarkan ekspor benih lobster. Susi yakin selama terumbu karang dan pasir lautan bisa dijaga, maka lobster dan hewan laut lainn akan bisa berkembang- biak dengan baik.

“Makanya kita harus jaga terumbu karang dan jangan dijual juga. Terumbu karang dan pasir itu adalah rumah, jalan dan pelabuhannya lobster dan juga ikan-ikan,” lanjut Susi berapi-api.

Pro-kontra tentang ekspor benih lobster ini akan terus berjalan seru. Harus diakui pada zaman Susi Pudjiastuti menjabat Menteri KP selama periode 2014 – 2019, ekspor ilegal benih lobster masih saja terjadi, namun angkanya drastis lebih menurun dibanding sebelumnya. Menurut saya seharusnya yang dilakukan Edhi Prabowo sang menteri baru, adalah lebih ketat menjaga jangan sampai ekspor ilegal benih lobster ini terjadi lagi. Bukan malah membuka kran ekspor lebar-lebar.

Pembukaan kran ekspor benih lobster apakah menjamin penyelundupan ekspor tidak terjadi lagi ? Sangat tidak menjamin. Pasalnya bisnis pasar gelap ekspor benih lobster ini jauh lebih menarik bagi para penjahat dan mafia perikanan karena menghasilkan uang lebih cepat, praktis, tidak perlu birokrasi dan dokumen berbelit-belit.

Konon kabarnya desakan pembukaan izin ekspor benih lobster ini Edhi mendapat arahan (baca: tekanan) dari Menko Kemaritiman dan Investasi. Tapi saat polemik berlangsung kuat, sang Menko diam bungkam tidak mau ikut terlibat dan membiarkan Edhi Prabowo terbata-bata berargumen di depan media. Informasi ini belum tentu benar, namun sangat santer terdengar di ruang publik.

Argumen Edhi bahwa pembukaan izin ekspor benih lobster bisa meningkatkan penerimaan negara dari pajak dan pungutan ekspor, juga sangat lemah dan mudah terbantahkan. Karena secara logika sederhana, justru penerimaan negara dan nelayan dari hasil ekspor lobster hasil budidaya sudah pasti akan jauh lebih besar dan berdampak ekonomi lebih tinggi dan signifikan.

Dari perdebatan seru tentang pembukaan izin ekspor benih lobster ini, yang jelas industri perikanan Vietnam sedang berharap-harap cemas. Mereka yang akan diuntungkan secara langsung apabila kebijakan izin ekspor resmi benih lobster dari Pemerintah Indonesia jadi dilakukan.

Entah mengapa meskipun saya awam di bidang perikanan, feeling saya lebih condong setuju dengan pendapat dan pertimbangan Susi Pudjiastuti dibanding argumen tertatih-tatih dari Edhi Prabowo. Pada titik ini, saya mempertanyakan komitmen penguatan pembangunan poros maritim yang dulu digaungkan Presiden Jokowi. Mengapa urusan pengelolaan sumber daya perikanan yang luar biasa besar yang kita miliki, justru diserahkan pada politisi seberang yang nampak kuat terlihat baru magang untuk mengerti dan menguasai laut.

Pepatah “serahkan urusan pada ahlinya” rupanya sedang dilupakan oleh Presiden Jokowi kali ini. Pada saat sesuatu urusan tidak ditangani oleh ahlinya, kita tunggu saja kerusakan yang akan terjadi.

Salam SATU Indonesia,
17122019

#SaveLautIndonesia

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *