Pemerintah Aceh Jangan Terlalu Rajin Tarik Investor

  • Whatsapp

ACEH, Beritalima- Penegakan Hukum terhadap pengusak hutan di Aceh masih sangat lemah, hal tersebut di katakan Direktur Walhi Perwakilan Aceh Muhammad Nur pada saat Konfrensi Pers di Kantor Walhi Aceh, Kamis-24 Agustus 2017.

Menurutnya, selama ini banyak perusahaan Kelapa Sawit dan Tambang yang masuk ke Aceh Selama ini bermasalah dan melawan Undang Undang No 32 Tentang lingkungan Hidup, seperti pembangunan Pembangkit Listrik serta panas Bumi, dan Kebutuhan Energi listrik untuk Aceh saat ini mencapai 250 Mega Watt (MW), sedangkan pada beban puncak berkisar antara 260 – 360 MW.

Dalam lima tahun terakhir, sebut M. Nur, telah dicanangkan beberapa proyek Energi pembangkit listrik yang ditargetkan dapat selesai dan beroperasi pada tahun 2018. Yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan berkapasitas 84 MW, PLTU Nagan Raya unit 3 dan 4, 200 MW, PLTMG Krueng Raya 50 MW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Jaboi Sabang 15 MW. Jika ini berjalan maka tahun 2018 Aceh akan surplus Energi, dan sisa energi akan dipasok ke Sumatera Utara sampai ke Lampung.

Selain proyek tersebut, juga terdapat beberapa rencana proyek Energi yang sedang tahap eksplorasi, seperti PLTA Kluet 1 di Aceh Selatan berkapasitas 180 MW yang dibangun oleh PT. Trinusa Energi Indonesia. PLTA Tampur 1 di Gayoe Lues berkapasitas 443 MW yang dibangun oleh PT. Kamirzu. PLTP Seulawah di Aceh Besar berkapasitas 55 MW (tahap awal) dari total potensi 165 MW.

Pengelolaan Energi panas bumi Seulawah dilakukan oleh kerjasama Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA) dengan PT. Pertamina Geothermal Energy, dan kerjasama pembangunan tersebut telah ditandangani oleh Gubernur Aceh pada 31 Juli 2017. Selain itu, juga terdapat beberapa rencana proyek energi baik dalam bentuk PLTA maupun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di daerah barat – selatan Aceh.

Kondisi tersebut  belum ada penanganan yang konprehensif dari pemerintah dan aparatur penegak hukum. Pertambangan ilegal golongan B (emas) masih terjadi secara masif di 10 Kabupaten sedangkan pertambangan ilegal galian C tersebar hampir di semua kabupaten. Dalam kurun waktu 2010 – 2016 tercatat 38 orang meninggal dunia akibat pertambangan ilegal, ini sudah merusak lingkungan apalagi sudah menelan korban jiwa.

Kita berharap kepada pemerintah Aceh janagan terlalu Rajin untuk menarik Investor supaya masuk ke Daerah Aceh, dikarenakan permasalahan yang sudah ada selama ini belum diselesaikan, Hutan lindung semakin lama semakin berkurang akibat Ulahnya Pelaku Bisnis selama ini di Aceh, tegas M.Nur,’’(Aa79)

 

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *