Perubahan Iklim Akibatkan Cuaca Ekstrim di Alam Semesta

  • Whatsapp

Catatan: Yousri Nur Raja Agam MH

Perubahan iklim saat ini, ternyata mengubah pola distribusi cuaca di Nusantara, bahkan meluas ke seluruh jagat, alam semesta. Kalau dibaca secara statistik, perubahan itu terjadi di sepanjang waktu, konon mencapai hingga jutaan tahun. Artinya, perubahan iklim dan cuaca dapat menyebar ke seluruh muka bumi.

Kita merasakan perubahan iklim itu, seperti saat ini. Biasanya, menjelang bulan-bulan yang berakhiran “ber”, pertanda musim hujan. Saatnya di bulan yang berakhiran “ber”, kita dipesani oleh orang tua-tua dulu untuk mepersiapkan “ember”. Namun, kita di Indonesia ini hanya mengenal dua musim, yaitu: musim kemarau dan musim hujan. Pada bulan September, Oktober, November dan Desember, setiap tahun adalah puncaknya musim hujan. Memasuki bulan Januari dan Februari, musim hujan semakin kuran atau mereda.

Namun, awal tahun 2019 lalu, hingga bulan Juli, hujan masih terus-menerus turun dari langit. Bahkan, di beberapa daerah terjadi banjir yang menenggelamkan kawasan permukiman. Saat ini, di sebagian wilayah di Indonesia, juga masih sering turun hujan. Padahal, saat ini sudah memasuki bulan Agustus. Sehingga ada ramalan, kemarau panjang akan berlanjut menerjang bulan September, Oktober dan November, bahkan akhir tahun bulan Desember.

Tenyata ramalan atau prakiraan cuaca yang disiarkan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) sering meleset. Memasuki musim panas atau kemarau ini, ternyata hujan masih saja melanda sebagian daerah.

Tidak hanya di Indonesia, di tanah suci Arab Saudi, di Timur Tengah yang cuacanya panas mencapai 56 derajat Celcius, ketika para jamaah sedang menunaikan haji, justru hujan turun lebat sekali. Di beberapa daerah yang menjadi lokasi puncak prosesi haji, yakni Armuzna (Arafah-Muzdalifah dan Mina), genangan air sampai menghambat pelaksanaan ibadah yang hanya sekali dalam setahun itu.

Para pengamat mengungkap, saat ini perubahan iklim itu sudah terjadi dalam berbagai kelompok. Ada yang disebut perubahan iklim antroipogenik atau pemanasan global. Ini terjadi, akibat sistem iklim bumi yang menghasilkan pola cuaca baru yang bertahan selama. Sistem iklim itu terdiri dari lima bagian yang saling berinteraksi, yaitu: atmosfer (udara), hidrosfer(air), kriosfer (es dan permafrost), biosfer (makhluk hidup), dan litosfer (kerak bumi dan mantel atas).
Sistem iklim menerima hampir semua energinya dari matahari, dengan jumlah yang relatif kecil dari interior bumi. Sistem iklim juga memberikan energi ke luar angkasa. Keseimbangan energi yang masuk dan keluar, serta perjalanan energi melalui sistem iklim. Ketika energi yang masuk lebih besar dari energi yang keluar, anggaran energi bumi positif dan sistem iklim memanas. Jika lebih banyak energi keluar, anggaran energi negatif dan bumi mengalami pendinginan.
Perubahan iklim juga terjadi akibat pemaksaan eksternal, yaitu peristiwa di luar lima bagian sistem iklim tetap menghasilkan perubahan dalam sistem. Contohnya termasuk perubahan output matahari dan vulkanisme. Kecuali itu, para ilmuan menyebut, aktivitas manusia juga dapat mengubah iklim bumi, dan saat ini mendorong perubahan iklim melalui pemanasan global.
Memang, tidak ada kesepakatan umum dalam dokumen ilmiah, media, atau kebijakan mengenai istilah yang tepat untuk digunakan merujuk pada antropogenik perubahan yang dipaksakan itu. Bidang klimatologi menggabungkan banyak bidang penelitian yang berbeda. Untuk periode perubahan iklim kuno, para peneliti mengandalkan bukti yang disimpan dalam proksi iklim, seperti inti es, cincin pohon purba, catatan geologis perubahan permukaan laut dan geologi glasial.

Selama ini kita mengamati pendapat para ahli. Mereka menyatakan, musim sering diidentikkan dengan iklim. Sebab, iklim di suatu tempat mengakibatkan terjadinya musim yang terjadi di sepanjang tahun. Tetapi, ada suatu perbedaan yang mencolok antara iklim dan musim. Jika iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam kurun waktu yang lama dan pada kawasan yang luas. Sedangkan musim, adalah interval waktu dengan cuaca yang memiliki gejala ekstrim.

Misalnya pada iklim tropis, musim yang terjadi akibat posisi garis lintang yang berada di sepanjang garis khatulistiwa. Sehingga, menyebabkan kawasan yang beriklim tersebut memiliki dua musim saja, yaitu musim kemarau dan musim hujan.

Kawasan yang beriklim sub-tropis, memiliki empat musim dalam setahun, yaitu: musim dingin, panas, semi, dan salju. Masing-masing musim memiliki interval waktu dengan gejala tersendiri. Contohnya, pada musim panas, siang hari akan terjadi sangat lama dan malam harinya begitu singkat yang bersuhu hangat. Sebaliknya, pada musim dingin, malam hari akan terasa lama dan siang hari sangat pendek yang suhunya sangat dingin. Serta, kawasan yang beriklim kutub hanya memiliki musim dingin yaitu interval waktu yang terjadi suhu dingin yang ekstrim sepanjang tahunnya, meskipun ada musim panas tetapi frekuensinya tidak begitu lama.

Nah, bagaimana pengaruhnya dengan kehidupan sehari-hari bagi kita di Indonesia? Tentu yang kita khawatirkan adalah dampak perubahan iklim itu. Sebab, perubahan iklim itu akan menghasilkan cuaca ekstrim yang dapak memorakporandakan alam semesta. (y)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *